Tunggu Sebentar...
× Home Headline Buku Gratis Buku Koleksi Tentang Kami



Bahaya Membagi Foto Anak di Media Sosial

Di zaman sekarang, rasanya hampir mustahil menemukan orangtua yang tidak pernah sekalipun memposting foto anak di media sosial. Instagram, Facebook, TikTok, bahkan WhatsApp status - semuanya dipenuhi dengan wajah-wajah polos dan tingkah lucu buah hati kita. Dan jujur saja, siapa sih yang tidak gemas lihat anak sendiri? Pasti ingin rasanya berbagi kegembiraan itu dengan dunia.

Buku "Bahaya Membagi Foto Anak di Media Sosial" ini ditulis bukan untuk menakut-nakuti orangtua. Justru sebaliknya, Hafidz menulis dengan pendekatan yang sangat manusiawi. Dia sangat memahami bahwa sebagai orangtua, pasti punya kebanggaan luar biasa terhadap anak-ananya. Yang dia lakukan adalah membuka mata oraangtua secara perlahan tentang realita yang mungkin selama ini diabaikan.

Setiap foto yang kita upload, setiap caption yang kita tulis, semuanya akan terekam selamanya di internet. Bahkan kalau kita sudah hapus postingan itu, jejak digitalnya masih bisa ditemukan. Bayangkan, anak kita yang sekarang masih polos dan tidak tahu apa-apa, suatu hari nanti bisa menemukan semua foto masa kecilnya yang kita sebar di internet. Bagaimana perasaan mereka? Apakah mereka akan bangga atau justru malu?

Yang lebih menyeramkan lagi adalah soal predator online. Hafidz menjelaskan dengan sangat detail bagaimana para pedofil bisa menggunakan foto-foto anak yang kita post untuk kepentingan jahat mereka. Mereka bisa mengumpulkan informasi tentang rutinitas anak kita, tempat-tempat yang sering kita kunjungi, bahkan sekolah tempat anak kita belajar. Semua informasi ini bisa mereka dapatkan hanya dari foto-foto dan caption yang kita bagikan.

Contohnya, ada seorang ibu yang rajin sekali posting foto anaknya berenang di kolam renang tertentu. Setiap foto selalu di-tag lokasi dan waktu. Tanpa sadar, dia sudah memberikan informasi detail tentang jadwal dan tempat anaknya beraktivitas. Untungnya tidak terjadi apa-apa, tapi bayangkan kalau informasi itu jatuh ke tangan yang salah.

Buku ini juga membahas soal cyberbullying yang mungkin dialami anak kita di masa depan. Foto atau video yang kita posting hari ini bisa jadi bahan ejekan untuk anak kita bertahun-tahun kemudian. Anak-anak zaman sekarang sangat lihai dalam menggunakan teknologi, dan mereka bisa sangat kejam dalam mengolok-olok temannya berdasarkan konten lama yang mereka temukan di internet.

Jangan lupa selalu tanya diri sendiri sebelum posting, "Apakah saya akan nyaman kalau foto ini tersebar ke orang yang tidak saya kenal?" Kalau jawabannya tidak, ya jangan di-post. Sesederhana itu.

Hafidz juga mengingatkan kita untuk berpikir dari perspektif anak. Mereka mungkin sekarang masih kecil dan tidak bisa protes, tapi suatu hari nanti mereka akan tumbuh menjadi individu yang punya hak privasi. Jadi lebih selektif dalam posting foto anak. Bukan berarti jadi paranoid atau anti teknologi, tapi jadi lebih bijak. Setting privasi diperketat, lokasi tidak di-tag, dan wajah anak bisa blur atau tutupi emoji lucu.

Yang paling penting, buku ini mengajarkan kita untuk tidak terbawa euphoria likes dan komentar. Kebahagiaan sejati dari momen bersama anak tidak perlu divalidasi oleh orang lain di media sosial. Kadang, momen terindah itu justru yang kita simpan untuk diri sendiri dan keluarga.

Apabila Anda tertarik untuk menjelajahi buku ini lebih lanjut, Anda dapat membacanya dalam format digital dengan menjadi anggota perpustakaan digital Dispussipda Kota Malang. Silakan kunjungi situs resmi kami di https://emalangkota.perpustakaan.co.id/ dan ikuti langkah-langkah pendaftarannya!

 

Selamat membaca! 




Kembali Ke Halaman Utama